Dekat tidak melulu tentang jarak. Ada berapa banyak pasangan dengan hubungan jarak jauhnya namun tetap merasa dekat? Dan ada berapa banyak orang tinggal satu atap namun tak kunjung mengenal satu dengan yang lainnya...
Saya dan Dhita ketika satu kamar |
Beberapa waktu lalu teman sekamar saya Andhita menyampaikan kalau ada pesan dari nomor tidak dikenal masuk ke inboxnya. Dan isi pesannya berulang hanya memanggil namanya, “Dhit...”
Dhita kemudian bilang, “Tapi manggil
namanya bener, -Dhit-, pakai -h.”
Saya jadi teringat nama Andhita di phonebook saya. Saya baru ngeh kalau nama Dhita pakai -h-, saya
hanya menulis Dita. Juga teringat nama saya sendiri, Issusilo Ningtyas,
orang-orang seringkali hanya menuliskan Isusilo, tidak dobel s.
Saya merasa meskipun sudah dekat
bertahun-tahun terkadang ada banyak hal-hal kecil yang tidak kita ketahui dari
teman kita, saudara kita, sahabat kita atau juga mungkin pasangan kita.
Saya mengenal Andhita dari awal kuliah.
Satu fakultas dan sama-sama dari Jakarta. Saya dan Andhita hampir sama
“bandelnya”, cenderung membuat kami lebih dekat meski banyak kegiatan yang kami
ikuti berbeda. Selama 4 tahun kami tidak pernah satu kost ataupun satu
organisasi. Saya di LDF dan HMJ, Andhita di BEM dan lembaga eksternal kampus.
Saya kost di depan kampus dan Andhita di belakang kampus. Tapi saya merasa
Andhita adalah salah satu teman dekat saya, saya sering bercerita banyak urusan
pribadi ke Dhita. Dhita juga demikian. Kami biasa bercerita via sms, telp atau
di sela-sela hari ketika tidak sengaja bertemu.
Bertiga dekat dari awal kuliah (Dhita, Sakina, Tyas) Wisma Pertanian, Tawangmangu 2008 |
Sampai akhirnya, bulan Oktober 2012
kemarin, karena beberapa alasan, kami bersepakat untuk menjadi teman satu
kamar. Andhita pindah ke kost saya yang sudah saya tempati sekitar 3 bulan
lebih dulu. Andhita pindah dengan 1/3 barang-barangnya, sedangkan 2/3 yang lain
di tempat kerabatnya.
Ketika sekamar inilah, kami baru merasa
benar-benar saling mengenal.
Awal-awal bukan hal yang mudah. Sebelumnya
kami tidak pernah sekamar berdua. Saya baru tahu kalau Dhita tipe yang sangat
santai dengan kondisi kamar sedang saya tidak. Dhita juga baru tahu kalau saya
bisa dengan mudah jutek kalau dia naruh tas, uang atau barang lain sembarangan
atau pulang malam. Selama ini mungkin ini mengira saya tipe yang sangat lembut
dan tidak menyangka saya bisa bersikap demikian.
Lama-lama kami saling menyesuaikan.
Saya jadi terbiasa dengan barang yang ada dimana-mana. Dhita juga terbiasa
dengan saya yang super introvert. Pernah suatu kali Dhita pulang malam dan saya
sudah tidur, ketika saya terbangun Dhita cerita dengan semangat, “Yas, aku
sekarang jualan pulsa loh!” dan saya cuma jawab “oh,” habis itu balik tidur
lagi. Besoknya pagi-pagi saya minta maaf dan Dhita cuma senyum aja, dan dia
bilang, “semalem kamu tu tanpa ekspresi banget si Yas.” Hahaha saya cuma ketawa
aja.
Dibalik kebiasaannya yang “santai” Dhita adalah tipe teman yang sangat perhatian. Dhita sangat
suka wafer coklat, seperti Bengbeng, Superstar, Top dan saya lebih suka permen
coklat seperti Capilanos dan Chacha. Suatu kali ketika saya sedang badmood,
Dhita tahu itu, setelah dia pergi Dhita sms, “Yas, bengbeng di meja itu untuk
kamu ya, superstarnya juga buka aja (Dhita selalu beli bungkusan isi 5),
kayakny km lg badmood, I know u need more
chocolate J”
Persedian superstar Dhita yang masih ada |
Setelah penelitian 2 minggu di Kulon Progo |
Berbeda
dengan saya yang agak susah makan (baca: pemilihà ini kenapa saya
lebih suka masak sendiri ketika ada waktu luang), Dhita adalah tipe anak yang
sangat tidak pemilih soal makanan. Dia lebih sering mengalah ketika kami makan
bersama. Ketika Dhita ngajak “sarapan bubur yuk Yas!” dan saya jawab, cari nasi
skalian aja yuk, “Ya udah cari soto lamongan ya.” Akhirnya karena soto lamongan
sudah habis (kami seringkali sarapan kesiangan) saya ajak makan gudeg Jogja,
dan Dhita cuma makan telornya saja. Saat itu saya baru tahu kalau Dhita gak
suka gudeg.
Satu lagi yang membedakan kami. Kalau
saya lebih suka menabung untuk membeli regulator gas baru, cetakan pukis atau
peralatan dapur lainnya, Dhita lebih tertarik menabung untuk
mascara, conselor atau perkap make up lainnya. Meski otodidak, Dhita cukup
terampil untuk merias. Sudah 2x wisuda 3-4 teman-teman akhwat Dhita yang
merias.
Panci kukusan dibeliin Dhita |
Kemarin tanggal 15 Mei, Dhita sudah lebih dulu
pindahan ke Bekasi. Sebenarnya Dhita jarang di kost. Tapi yang ini terasa
sekali sepinya. Ga ada lagi kapas-kapas bekas bersihin muka yang lupa dibuang
atau ga ada lagi yang ktika kebangun malam-malam ada yang lagi di depan laptop
pakai headset nonton India atau juga yang pagi-pagi suka buatin teh. 2-3 hari setelah pindahan sepanjang hari kami
terus sms-an, ini seperti anak lulus SMA yang LDR-an karena kuliah di kota
berbeda :D #eaaaa
Kembali ke domisili asal, meski
sama-sama di Jabotabek rumah kami tidak dekat. Dhita di Jatibening dan saya di
Matraman. kami hanya pernah sekali bertemu ketika di Jakarta. Itu saat saya
menunggui Dhita dirawat di RSCM untuk operasi tulang pipi karena jatuh dari
motor. Rasanya sedih sekali saat melihat Dhita harus makan dengan selang dan
puasa bicara. Dhita memasrahkan beberapa urusan seperti pembayaran SPP, KRS dan
urusan lain kepada saya, dan semua komunikasi Dhita sampaikan lewat tulisan.
Padahal kesehariannya Dhita adalah orang yang sangat talkactive sekali (piss ya Ta ;)
Di kehidupan paska kampus selanjutnya,
entah masih bisa dekat atau tidak, saya berdoa, semoga Dhita dan keluarga selalu
diberi keberkahan oleh Allah baik untuk usia dan juga rezekinya, diperlancar
segala urusannya dan yang pasti lebih dekat dengan Allah :)
Solo, Mei 2013
Diantara banyak cinta yang Allah berikan, engkau adalah salah satunya
Maka kepada-Nya kumohonkan untukmu sebaik-baik iman dan katqwaanSebaik-baik kesabaran dan kekuatanDear sayangku,Mungkin aku belum tahu bagaimana indahnya Lawu yang pernah kau dakiTapi aku percaya, adalah lebih indah dan membahagiakan memiliki sahabat salihat sepertimu. Berjuta syukurku.Andhita Nur SuryantiniUntuk semua kenangan Agustus 2008-Mei 2013
Solo, Mei 2013